Tulisan indah atau Kaligrafi China, atau orang awam menyebutnya dengan huruf Mandarin, dalam budaya Bangsa China, sebenarnya sudah dikenal sejak enam ribu tahun yang lalu.
Di Indonesia, kaligrafi China mulai dikenal luas seiring dengan bergulirnya reformasi. Dalam sehari-hari, lukisan kaligrafi China ini menghiasi dinding-dinding rumah atau toko milik warga keturunan Cina. Diyakini, kaligrafi ini mengandung makna dan filosofi tertentu bagi mereka yang mengerti. Digunakan pula untuk menulis berbagai ungkapan, seperti duka cita, ucapan perkawinan atau ulang tahun.
Menurut catatan sejarah, orang Cina pada jaman dahulu menggunakan gambar untuk berkomunikasi. Gambar-gambar itu kemudian diubah menjadi semacam simbol, berupa garis atau lengkungan yang bentuknya menyerupai benda yang dimaksud.
Misalnya matahari. Lingkaran dengan titik di tengah ini, mewakili gambar matahari. Lalu seiring dengan perkembangan jaman, simbol yang mewakili matahari, berubah bentuknya. Satu bentuk ini, bermakna satu kata atau istilah mereka satu surat. Contoh lain, gambar burung. Awalnya berbentuk seperti ini. Dalam kurun waktu ratusan tahun, simbol yang menggambarkan burung mengalami perkembangan beberapa kali.
Bentuk-bentuk inilah yang kemudian dikenal luas sebagai huruf Mandarin, dan hingga kini digunakan untuk barang cetakan atau surat kabar berbahasa Mandarin. Sedangkan untuk kaligrafi, bentuk-bentuk ini mengalami perubahan yang sifatnya memperindah.
Menilai sebuah karya kaligrafi, memang tak mudah. Unsur tebal tipis goresan, komposisi, teknik sang kaligrafer ketika menggoreskan tinta, menjadi pertimbangan dalam menilai sebuah karya kaligrafi. Seperti halnya menilai lukisan, tingkat apresiasi seseorang juga ikut menentukan.
Untuk menghasilkan sebuah karya kaligrafi yang indah dan bermakna, juga tak mudah. Sama seperti pelukis, tergantung suasana hati sang kaligrafer. Begitu pula dengan lingkungan sekitar. Biasanya suasana yang tenang mempermudah sang kaligrafer berkonsentrasi, menuangkan ide-idenya dalam lembaran kertas.
Begitu pula dengan kelihaian menggerakkan tangan. Semakin gemulai gerakan tangan sang kaligrafer ketika menggoreskan tinta, semakin indah karya yang dihasilkan. Mempelajari kaligrafi China memang sulit. Untuk mencapai tahap mampu membaca surat kabar berbahasa Mandarin saja, setidaknya membutuhkan waktu 2 hingga 6 tahun lamanya.
Tentang perkembangan seni kaligrafi China di tanah air, bisa dibilang baru berlangsung beberapa tahun belakangan ini, ditandai dengan munculnya tempat-tempat kursus kaligrafi. Peminatnya, kebanyakan memang kalangan orang tua.
Bagi mereka, menekuni kaligrafi Cina, tak hanya bermakna seni. Tapi juga mengandung unsur olah tubuh, terutama terletak pada gerakan-gerakan tangan ketika menyapukan kuas diatas kertas. Membutuhkan konsentrasi yang tinggi atau ketenangan jiwa dan raga ketika berkarya, juga menjadi daya tarik tersendiri.
Sayangnya, perkembangan kaligrafi China di Indonesia tak didukung oleh pasokan bahan baku. Sampai saat ini, masih sulit mendapatkan bahan baku, seperti kertas, kuas atau tinta, yang hanya bisa diperoleh di negeri asalnya China, Jepang, Korea atau Singapore. Namun segala kendala itu, tak berarti menyurutkan semangat mereka untuk terus berkarya, sembari melestarikan budaya warisan leluhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar